Sabtu, 17 Maret 2012

Tartuffe: Simbol Kemunafikan Manusia



            Jika kita berbicara mengenai Moliere, tentunya tidak terlepas dari karya-karyanya yang sarat akan sindiran. Salah satu karyanya yang berjudul Tartuffe bahkan sampai dilarang untuk dipentaskan karena dianggap menyinggung  kaunm gereja di Prancis.

Latar belakang tersebut membuat saya tertarik untuk membahas mengenai naskah drama Tartuffe dari segi penokohan dan kaitannya dengan drama satire.  Tokoh yang dibahas hanya tokoh utama saja, yaitu Tartuffe. Hal ini dipilih karena tokoh tersebut sangat menonjol dibandingkan tokoh lainnya. Ditambah lagi, pengunaan nama Tartuffe dipakai sebagai judul drama lima babak tersebut.
Moliere melalui drama Tartuffe seakan mencoba keluar dari konvensi drama yang berlaku pada zaman itu. Hal ini diperlihatkannya dengan tokoh utama, Tartuffe, yang justru baru muncul pada pada babak ketiga. Meskipun begitu, tokoh Tartuffe tetap menjadi tokoh utama karena selalu menjadi pusat dan pokok pembicaraan. Hal ini diperkuat dengan percakapan tokoh-tokoh lain yang memperdebatkan masalah kehadiran Tartuffe di keluarga Orgon sejak awal.
Sesuai dengan Teori Mimesis yang dicetuskan oleh Plato bahwa sebuah karya sastra merupakan tiruan dan bayangan dari hal-hal yang ada dalam kenyataan (Plato via Teeuw, 1984: 220). Berdasarkan teori tersebut, dirumuskan  sebuah hipotesis bahwa tokoh Tartuffe yang terdapat dalam naskah drama ini adalah sebuah representatif terhadap kaum gereja di Prancis yang pada masa itu memegang peranan penting. Tartuffe bisa dikatakan sebagai satire sosial yang ditujukan kepada kaum rohaniawan yang sangat berpengaruh di masa itu. Oleh sebab itu, drama ini mendapat reaksi keras dari berbagai kelompok yang tersinggung dari lakon tersebut. Bahkan drama Tartuffe sempat dilarang karena dekrit Uskup Agung Paris yang menyatakan siapapun yang menonton, memainkan, atau membaca naskah tersebut tidak akan diakui lagi sebagai anggota jemaat.
Drama Tartuffe bercerita tentang tokoh bernama Tartuffe yang merupakan seorang rohaniawan, namun sikap dan sifatnya tidak mencerminkan rohaniawan sejati. Segala tingkah lakunya mengindikasikan Tartuffe sebagai seorang yang munafik. Dengan keahliannya, Tartuffe berhasil mengambil hati Orgon sehingga ia dapat tinggal di rumah Orgon. Berikut ini adalah kutipan percakapan antara Orgon dengan Cleante yang menunjukan ketertarikan Orgon terhadap Tartuffe.
Orgon     : Ah! Coba kau lihat bagaimana aku dulu bertemu dengannya, maka kau akan merasakan perasaan yang sama seperti aku untuknya. Setiap hari ia datang ke gereja dengan wajah yang lembut, tepat di depanku di atas kedua dengkulnya ia berlutut. Ia menarik perhatiaan seluruh jemaat karena gairahnya dalam doa yang dilontarkannya kepada Tuhan; mendesah-desahlah ia, bergejolak tangannya, dan sebentar-sebentar, ia mencium tanah dengan khidmat;
...
Kuberi Tartuffe sedekah; Namun dengan sopan, ia selalu ingin mengembalikan sebagian. “Terlalu banyak”, katanya, “separuh terlalu banyak. Mendapat belas kasihan Anda, aku tak layak.” Dan waktu aku tak mau mengambilnya kembali, di depan mataku, ia limpahkan kelebihan sedekahku pada orang miskin. Akhirnya atas panggilan Tuhan aku menampung dia di rumahku.
  
 (halaman 24)
Dari kutipan di atas, dapat di lihat bahwa Tartuffe merupakan pengasuh rohani keluarga Orgon. Orgon selalu bertemu Tartuffe yang sedang berdoa dengan khusuk sehingga ia tertarik dengan kepribadian Tartuffe. Di matanya, Tartuffe terlihat alim dan dermawan meskipun di tengah kekurangan yang dimilikinya.
Melalui percakapan antara Dorine dan Mariane, diperoleh sedikit informasi mengenai deskripsi fisik Tartuffe. Berikut ini adalah pendapat Dorine mengenai fisik Tartuffe, “ … Tartuffe adalah bangsawan dan juga berperawakan bagus. Telinga merah dan cahaya kulitnya segar bugar: Anda akan hidup amat sangat senang bersama suami seperti dia.  (halaman 55)”.
Tartuffe sebagai tokoh utama dapat dikatakan sebagai tokoh yang dinamis. Kedinamisan tokoh ini dapat dilihat dari perubahan sifatnya yang ketika berhadapan dengan Orgon. Seluruh keluarga tidak percaya kepada Tartuffe dan hendak menyadarkan Orgon tentang kemunafikan Tartuffe. Namun, kemampuan Tartuffe yang bermuka dua berhasil meyakinkan Orgon sehingga Ia sangat peduli dengan keadaan Tartuffe. Hal ini terlihat dari percakapan antara Dorine dengan Orgon ketika Orgon menanyakan keadaan rumah sepeninggalanya selama beberapa hari.
Dorine    : Dua hari yang lalu, Nyonya terserang demam sampai petang, dengan sakit kepala yang sulit dibayangkan.
Orgon     : Dan Tartuffe?
Dorine    : Tartuffe? Dia sehat walafiat, gemuk, kulitnya segar dan mulutnya kemerah-merahan.
Orgon     : Aduh kasihan!
Dorine    : Petang itu Nyonya tidak lapar dan tak dapat menyantap apapun pada saat makan malam, sakit kepalanya masih begitu parah!
Orgon     : Dan Tartuffe?
Dorine    : Dia makan seorang diri di hadapan Nyonya, dan dengan cara makannya yang alim itu, ia makan dua ekor ayam hutan dan separuh paha kambing hitam
Orgon     : Aduh kasihan!
Dorine    : Semalam suntuk, tak sesaat pun Nyonya dapat memejamkan mata; suhu badannya yang panas mencegahnya bahkan untuk tidur-tidur ayam, dan sampai pagi kami terpaksa berjaga di sisinya.
Orgon     : Dan Tartuffe?
Dorine    : Terdorong oleh kantuk yang nikmat, Ia langung masuk kamar sesudah makan, dan ia segera naik ke atas ranjangnya yang enak dan hangat, dan tidur sampai esok harinya tanpa gangguan.
Orgon     : Aduh kasihan!
(Halaman 19-21)
Dari kutipan di atas terlihat perhatian Orgon yang kelewat batas terhadap Tartuffe. Bahkan ketika istrinya, Nyonya Elmire, sakit, terlihat Orgon justru lebih peduli dengan keadaan Tartuffe. Dari kutipan di atas pula, tersurat bahwa Tartuffe adalah orang yang rakus. Ia makan banyak tanpa mempedulikan Nyonya Elmire yang sedang menderita sakit di dekatnya. Padahal menurut Agama Kristen, sifat rakus merupakan salah satu dari dosa yang mendasar. Sikapnya ini tentunya bertolak belakang dengan sikap yang seharusnya ditunjukan oleh seorang rohaniawan.
Segala keburukan sikap Tartuffe ditutupinya dengan keahliannya dalam bersilat lidah. Selain itu, dia selalu menunjukan kerendahan hati untuk mendapat simpati Orgon. Berikut ini adalah kutipan percakapan antara Tartuffe dengan Orgon yang menunjukan kelihaian Tartuffe dalam mempengaruhi orang lain untuk memperoleh keinginannya.
Tartuffe : Sudahlah; jangan kita bicarakan lagi. Tapi aku tahu bagaimana aku harus bertindak dalam hal ini. Kehormatanku itu mudah tersinggung, dan persahabatan mendorongku untuk mencegah desas-desus dan hal-hal menjengkelkan itu: Aku akan menghindari isteri Anda dan Anda tidak akan melihatku…
Orgon     : Jangan, biar bagaimanapun, Anda harus tetap mengunjungi istriku. Membuat orang jengkel adalah kesenanganku yang paling besar, dan aku mau Anda setiap saat kelihatan bersamanya. Itu belum apa-apa: untuk lebih menentang mereka semua, aku tidak mau me4mpunyai pewaris lain selain Anda, dan segera, dengan cara halus, aku akan menghadiahkan seluruh harta bendaku kepada Anda. Seorang teman yang baik dan juur yang kuambil sebagai menantu, lebih berarti bagiku daripada seorang putra, istri, atau kerabat, Anda mau menerima apa yang kutawarkan bukan?
(Halaman 105-106)
Sifat munafik yang terdapat dalam tokoh Tartuffe dipertegas dengan sikapnya yang tamak. Kutipan di atas memperlihatkan bahwa Tartuffe sangat lihai mengambil hati Orgon sehingga Orgon mau melakukan apa saja demi Tartuffe. Dia bahkan mengusir putra kandungnya untuk membela Tartuffe. Tidak hanya itu, secara sadar Orgon memberikan kekayaannya kepada Tartuffe dan menjodohkan Tartuffe dengan putrinya, Mariane. Di sisi lain, ternyata Tartuffe menaruh hati pada Elmire, isri Orgon. Hal ini tampak pada kutipan berikut ketika Tartuffe sedang merayu Elmire.
Tartuffe : … akhirnya aku menyadari, wahai juwita yang penuh dengan cinta, bahwa nafsu birahi ini bisa saja bukan hal yang tercela; bahwa dengan sopan aku dapat menyesuaikannya dan itulah yang menyebabkan aku membiarkan hatiku memperturutkan nafsu birahi itu. Bagiku, kuakui, adalah kenekatan yang sangat besar berani mepersembahkan kepada Anda hati ini;
namun dalam permohonanku ini kuharapkan segalanya dari kebaikan anda, dan tak ada usaha sia-sia dari kelemahanku. Dalam diri Anda terletak harapanku, kebaikanku, kedamaian hatiku: duka citaku atau kebahagiaanku yang sempurna tergantung dari Anda: dan akhirnya berkat putusan Anda semata, aku akan, berbahagia jika Anda mau, sengsara jika Anda suka.
( Halaman 86)
Percakapan antara Tartuffe dengan Elmire di atas menunjukan dengan jelas bahwa Tartuffe mencintai istri Orgon. Ia bahkan merayu Elmire untuk mengkhianati suaminya dengan berselingkuh dengannya. Kelemahan Tartuffe inilah yang dimanfaatkan Elmire untuk menunjukan kemunafikan Tartuffe dan menyadarkan Orgon tentang Tartuffe yang sebenarnya.
            Drama Tartuffe seakan menampilkan realita kehidupan yang ada di masyarakat. Tidak dapat dipungkiri, banyak orang munafik di kehidupan. Namun, bukan berarti ketika drama Tartuffe yang menceritakan seseorang rohaniawan yang munafik lalu kita dengan seenaknya menghakimi setiap rohaniawan adalah orang munafik. Saya sendiri menginterprestasikan naskah drama ini sebagai cermin untuk mengintropeksi diri. Jika dalam Tartuffe ini diceritakan kemunafikan dari seorang yang dikenal alim, apalagi dengan diri kita. Karena sesungguhnya, tidak ada ukuran yang pasti dalam menentukan kemunafikan.
Sumber           :
Budianta, Melani, dkk. 2006. Membaca Sastra: pengantar memahami sastra untuk perguruaan tinggi. Magelang: IndonesiaTera,
Moliere. 2008. Tartuffe. Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia.
Siswanto, Wahyudi. Pengantar Teori Sastra.. Jakarta: Grasindo
Teeuw, A. 1984. Sastra dan Ilmu Sastra. Jakarta: PT. Dunia Pustaka Jaya.


Ditulis tanpa kemunafikan, Vini Anisya Nofiani

Tidak ada komentar:

Posting Komentar