Kamis, 15 Desember 2011

Mata Air Sangkuriang



Tersebutlah kisah seorang anak manusia, Sangkuriang namanya. Dia tinggal dengan ibu yang bernama Dayang Sumbi dan seekor anjing. Sangkuriang tidak pernah mengenal ayahnya. Ia sangat mengasihi Ibunya sehingga setiap permintaan ibunya tidak pernah ditolaknya.
“Anakku Sangkuriang, kini kau telah beranjak dewasa. Sudah waktumu untuk pergi berburu. Carilah binatang gemuk untuk kita makan nanti malam. Ingat, janganlah kau pulang dengan tangan hampa. Dan bawalah serta anjing ini untuk menemani.” Pinta Dayang Sumbi pada suatu hari
            Sangkuriang menganguk patuh.
            Ini adalah kali pertama dia menjelajah hutan belantara. Apalagi untuk mencari hewan buruan. Ditambah lagi dia tidak mempunyai keahlian sedikit pun untuk memburu. Ia teringat akan ibunya di rumah sendirian menunggunya membawa hasil buruan. Ia pun bertekad untuk segera kembali dengan membawa hasil buruan untuk dimakan bersama ibunya nanti malam.
            Sejurus kemudian ia melihat seekor kijang dari balik semak. Ia mengawasi kijang itu sambil memegang erat belati yang dipakainya sebagai senjata. Ketika dilihatnya kijang itu lengah, Sangkuriang langsung berlari ke arah kijang itu.  Mengetahui bahaya mengincar, kijang itu berlari secepat udara. Namun, Sangkuriang dapat berlari secepat cahaya.
Anjingnya mengongong menyemangati. Kijang itu kini berada sangat dekat. Ia sudah membayangkan betapa gurihnya daging kijang ini. Dan betapa manisnya senyum ibunya saat tahu anaknya mampu berburu. Tanpa disadari sebuah batu mengantuk kaki kirinya. Sangkuriang pun jatuh terpelanting dan Kijang itu hilang dari penglihatan.
Telah tiga ekor kijang luput dari buruannya. Sudah hampir seharian Sangkuriang mencari binatang untuk dipersembahkan pada ibunya tapi tiada hasil. Peluh bercucuran di dahinya, Sangkuriang lelah..
Hari sudah beranjak malam. Sangkuriang beristirahat di bawah pohon besar. Anjingnya duduk terkulai di sampingnya. Sangkuriang teringat dengan ancaman ibunya untuk tidak pulang dengan tangan kosong. Kemudian rencana buruk menghinggapi kepalanya saat melihat anjingnya. Dia pun mengambil belati dan menyembelih anjingnya.
Sangkuriang pulang saat Dayang Sumbi sedang menjahit. Dia pun langsung beranjak menyambut Sangkuriang dengan suka cita. Sangkuriang menunjukan  hasil buruannya dengan bangga.
“Oh anakku, aku senang melihatmu pulang. Ditambah lagi dengan membawa hasil buruanmu. Aku tahu kau mampu. ngomong-ngomong anakku, di mana Anjing itu. Bukankah tadi dia pergi bersamamu” Kata Dayang Sumbi sambil memamasak hasil buruan Sangkuriang
Sangkuriang terdiam.
            “Mengapa kau terdiam anakku. Oh, Jangan-jangan yang aku masak ini adalah anjing kita?”
            Sangkuriang menatap Ibunya dengan wajah menyesal
            “Teganya kau, kamu harus tahu bahwa anjing itu adalah ayahmu!”
Dayang Sumbi sangat murka. Perasaan kecewa, marah, sedih, berkecamuk di hatinya. Ia tidak menyangka anaknya tega membunuh ayahnya sendiri. Diapun mengutuk Sangkuriang menjadi batu.
Batu itu masih ada sampai sekarang. Konon batu itu mengeluarkan air dari celahnya dan tidak pernah berhenti mengalir. Air yang keluar adalah penyesalan Sangkuriang atas segala perbuatannya. Air yang keluar itu kini dijadikan sumber mata air oleh masyarakat sekitar dan dinamakan “ Mata Air Sangkuriang”.


-terinspirasi dari cerita Tangkuban Perahu dan Malin Kundang-

Tidak ada komentar:

Posting Komentar